GRIDVIDEO.ID - Di tengah memanasnya hubungan antara China dengan negaranya, kini Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen mengobarkan semangat peperangan.
Hal itu disebut menjadi indikasi bahwa Taiwan menerima tantangan bila militer China benar-benar melakukan invasi ke Taipei.
Bukan tanpa alasan, Tsai Ing-wen memiliki pedoman kuat bahwa militer China disebutnya tak bakal bisa menembus pertahanan Taiwan.
Dalam pernyataannya baru-baru ini, Tsai Ing-wen mengingat betul insiden saat militer China dibuat bertekuk lutut oleh pasukan Taiwan beberapa dekade lalu.
Ya, beberapa waktu lalu militer China sempat membombardir pulau-pulau lepas pantai mereka.
Namun ternyata upaya militer China kala itu disebut Tsai Ing-wen gagal total hingga membuat Tiongkok kalah perang melawan Taiwan.
Tak sampai di situ saja, Tsai Ing-wen mengungkapkan kemenangan itu berkat tekad Taiwan yang kuat dalam mempertahankan negara mereka.
Hal itu dikatakan Tsai kepada sekelompok akademisi AS yang berkunjung, Selasa (23/8).
Baca Juga: TOP VIDEO: Makin Panas, Jepang Siapkan 1.000 Rudal Untuk Serang Militer China yang Kepung Taiwan!
Sudah bukan rahasia lagi, ketegangan Taiwan dan China telah meningkat selama sebulan terakhir setelah kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei.
Bahkan belum ada satu bulan, militer China telah menggelar latihan perang besar-besaran dengan lokasi berdekatan dari Taiwan.
Latihan perang militer China ini disebut sebagai ekspresi kemarahan Tiongkok atas tindakan Taiwan dan AS.
Bertemu dengan delegasi dari Institut Hoover Universitas Stanford di kantornya, Tsai merujuk bulan serangan China di pulau Kinmen dan Matsu yang dikuasai Taiwan yang terletak di lepas pantai China yang dimulai pada Agustus 1958.
"Enam puluh empat tahun yang lalu selama pertempuran 23 Agustus, tentara dan warga sipil kami beroperasi dalam solidaritas dan menjaga Taiwan, sehingga kami memiliki Taiwan yang demokratis hari ini," katanya.
Tsai mengatakan, berkat perlawanan tersebut, China gagal untuk mengambil pulau-pulau milik Taiwan.
"Pertempuran untuk melindungi tanah air kami menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada ancaman apa pun yang dapat menggoyahkan tekad rakyat Taiwan untuk membela negara mereka, tidak di masa lalu, tidak sekarang, dan tidak di masa depan," tambah Tsai.
"Kami juga akan menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Taiwan memiliki tekad dan kepercayaan diri untuk menjaga perdamaian, keamanan, kebebasan, dan kemakmuran bagi diri kami sendiri," sambungnya.
Diketahui tahun 1958, Taiwan sempat melawan balik dengan dukungan dari Amerika Serikat, yang mengirim peralatan militer seperti rudal anti-pesawat Sidewinder canggih, memberi Taiwan keunggulan teknologi.
Insiden yang dijuluki sebagai Krisis Selat Taiwan Kedua, itu adalah terakhir kalinya pasukan Taiwan bergabung dalam pertempuran dengan China dalam skala besar.
Amerika Serikat, yang memutuskan hubungan diplomatik formal dengan Taipei demi Beijing pada 1979, tetap menjadi sumber senjata terpenting bagi Taiwan.
“Ketika Taiwan berdiri di garis depan ekspansionisme otoriter, kami terus meningkatkan otonomi pertahanan kami, dan kami juga akan terus bekerja dengan Amerika Serikat di bidang ini,” kata Tsai.
Latihan China di dekat Taiwan telah menimbulkan ancaman bagi status quo di selat dan di seluruh kawasan, dan mitra demokratis harus bekerja sama untuk "mempertahankan diri dari campur tangan negara-negara otoriter", tambahnya.
Pemerintah Taiwan mengatakan bahwa karena Republik Rakyat China tidak pernah memerintah pulau itu, ia tidak memiliki hak untuk mengklaimnya atau memutuskan masa depannya, yang hanya dapat ditentukan oleh 23 juta penduduk Taiwan.
(*)