GRIDVIDEO.ID - Bila kasus kematian Brigadir J yang menyeret Ferdy Sambo tak tuntas, Kapolri disebut bak lempar kotoran pada Presiden.
Perumpamaan 'Kapolri seperti melempar kotoran pada Presiden' cukup mengejutkan publik baru-baru ini.
Bukan tanpa alasan, hal itu dilontarkan oleh penasihat ahli Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Prof Muradi.
Penasihat Kapolri tersebut menyoroti bagaimana proses hukum yang kini tengah dijalani oleh Ferdy Sambo terkait kasus kematian Brigadir J.
Bahkan Prof Muradi menyebut bahwa setidaknya ada tiga poin yang mampu membuat Ferdy Sambo bisa dijerat dengan pasal berlapis.
Tak hanya itu saja, Ferdy Sambo pun disebut Prof Muradi bisa terancam hukuman paling kecil yakni penjara 20 tahun.
"Saya optimis alurnya tidak akan keluar dari 20 tahun penjara, minimum," ungkap Prof Muradi dalam acara Back To BDM di Kompas.ID yang dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (18/9/2022).
Dalam pengamatannya, Prof Muradi menyebut setidaknya ada tiga sebab yang membuat Ferdy Sambo bisa dijerat hukuman berat.
Pertama, menurut Muradi, dalam kasus pembunuhan Brigadir J ada CCTV yang digunakan sebagai barang bukti.
Kedua, yakni adanya tekanan dari publik. Termasuk perintah dari Kepala Negara agar kasus tersebut diusut secara terbuka dan terang benderang.
Kemudian yang ketiga adalah pengakuan terbuka dari Bharada E.
"Bharada E walau jadi saksi sekaligus tersangka, dia menyadari apa yang dilaklukan tidak betul, dia menembak bukan (inisiatif) dirinya sendiri, melainkan perintah (atasan). Proses ini yang saya kira harus dijaga," terang Muradi.
Baca Juga: Bripka RR Sebut Brigadir J Kebingungan Sebelum Dieksekusi oleh Ferdy Sambo
Pengungkapan kasus kematian Brigadir J secara transparan juga disebut Prof Muradi menjadi keniscayaan bagi institusi kepolisian.
Bukan tanpa alasan, hal itu bisa membuat kepercayaan publik terhadap kepolisian kembali.
Selain itu, bila tak terungkap secara gamblang, Prof Muradi memberikan ibarat yang cukup mengejutkan.
"Ini saya kira tanggung jawab dari pimpinan Polri. Maka betul dipenegasan Komnas HAM, bahwa pimpinan Polri itu kan dua hal ya, pertama dia juga memberikan garansi bahwa polisi masih bisa dipercaya publik. Itu poin pertama, makanya pungatan dari kesaksian dan barang bukti jadi hal penting," terang Muradi.
"Yang kedua saya kira ini kan jadi pertanggungjawaban beliau (Kapolri) ke Presiden. Saya kira ini akan jadi, mohon maaf ini akan melempar kotoran ke Presiden kalau sampai pada akhirnya apa yang dikhawatirkan mas Budiman itu muncul. Karena buat saya semua terang benderang, semua sudah bicara, tinggal bagaimana prosesnya."
"Kalau seandainya bebas secara hukum, keadilan tercerabut. Sama seperti di Guatemala polisinya dibubarkan. Lsu potong dua generasi bisa jadi keniscayaan," tandas Muradi.
(*)