GRIDVIDEO - Setelah melakukan investigasi selama 7 hari, tim pencari fakta koalisi masyarakat menemukan banyak keganjilan dalam Tragedi Kanjuruhan, bahkan Kontras menyebut ada indikasi "pembunuhan sistematis".
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) merupakan salah satu dari tim pencari fakta koalisi masyarakat yang melakukan investigasi Tragedi Kanjuruhan.
Selain Kontras, anggota tim lain adalah LBH Pos Malang, LBH Surabaya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukuk Indonesia (YLBHI), Lokataru, dan IM 57+ Institute.
Salah satu kejanggalan yang ditemukan, kata Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldi, Minggu (9/10/2022), adalah mobilisasi aparat di Stadion Kanjuruhan, termasuk Brimob yang membawa gas air mata.
BACA JUGA:Rizky Billar Dipecat dari Jajaran Host D’Academy, KPI Larang Pelaku KDRT Muncul di TV dan Radio
Mobilisasi itu, katanya, terjadi di pertengahan babak kedua saat Arema Malang melawan Persebaya Surabaya.
"Kami menemukan, pengerahan aparat keamanan atau mobilisasi berkaitan dengan aparat keamanan yang membawa gas air mata itu dilakukan pada tahap pertengahan babak kedua," kata Andi.
Tragedi Kanjuruhan terjadi seusai Arema FC dikalahkan Persebaya 2-3 dalam lanjutan Liga 1, Sabtu (1/10/2022).
Suporter Arema yang kecewa turun ke lapangan, kemudian kericuhan itu direspons aparat keamanan dengan menembakkan gas air mata.
BACA JUGA:Lesatan Peringkat FIFA Indonesia Tertinggi di ASEAN, Melesat 3 Peringkat!
Kekaccauan pun terjadi, hingga akhirnya menewaskan 131 orang.
"Padahal dalam konteks atau situasi saat itu (pertengahan babak kedua) tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan. Jadi, ini kami melihat ada susuatu hal yang ganjil," jelas Andi Muhammad Rezzaldi.