GRIDVIDEO - Laporan keuangan mafia judi online Konsorsium 303 yang dipegang Indonesia Police Watch (IPW) mengungkap dugaan Skandal Cerutu Cokelat bahwa rata-rata dana yang diberikan kepada oknum polisi mencapai Rp 20 miliar lebih setiap bulannya.
Laporan keuangan dalam bentuk list bantuan untuk keperluan oknum polisi di Mabes Polri itu diungkap dalam acara Aiman di Kompas TV, Senin (26/9/2022).
"Di sini ada beberapa yang menurut saya luar biasa, nih. Cerutu cokelat, cokelat maksudnya polisi, mungkin ya?" tanya Aiman saat membaca list laporan keuangan dari IPW itu kepada Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso.
"Iya," jawab Sugeng Teguh Santoso, membenarkan bahwa maksud kode "cokelat" dalam list tersebut mengarah kepada polisi.
BACA JUGA: Jenderal PLA Li Qiaoming, Sosok Diduga Menggulingkan Presiden China Xi Jinping, Ini
Lalu, Aiman mulai membacakan catatan-catatan dalam laporan tersebut.
"Cerutu cokelat Rp 21 juta saudara, kemudian ada minuman 'cokelat', ya maksudnya, adalah minuman polisi Rp 37 juta lebih. Luar biasa nuntuk minuman dan cerutu itu Rp 50 juta," ungkap Aiman.
Aiman melanjutkan membaca list penerbangan pesawat untuk oknum polisi maupun kesatuan di Mabes Polri.
"Tiket ini disebutkan namanya anggota polisi, ya, Rp 95 juta. Enggak tahu tiket ke mana ini Rp 95 juta?" kata Aiman.
"Bantuan waka (wakil kepala), bantuan wakul kepala ke Europe Rp 560 juta, bantuan ke USA Rp 210 juta. Ini terkait dengan operasional, sepertinya," ujar Aiman.
BACA JUGA:Target Timnas Indonesia Setelah Mengalahkan Curacao Apalagi? Ternyata Lebih Cadas!
Lalu, Sugeng Teguh Santoso menjelaskan, bantuan uang yang diduga berasal dari "Konsorsium 303" yang jumlahnya puluhan hingga ratusan ini dibagikan kepada sejumlah tim di Mabes Polri.
Dari list bantuan yang dibaca Aiman juga terungkap nilainya mencapai ratusan juta rupiah kepada sejumlah pejabat tinggi di Polri.
"Kemudian wadir (wakil direktur), waka (wakil kepala), ini enggak tahu nih untuk apa tapi Rp 492 juta ya. Kemudian ada juga yang Rp 248 kita," kata Aiman.
Ia melanjutkan, "Jadi, satu bulan Oktober itu Rp 21 milier lebih, bulan November Rp 24 miliar. Jadi, rata-rata dana konsorsium ini yang diberikan kepada oknum kepolisian itu Rp 20 miliar lebih satu bula."
BACA JUGA: Wajib Tahu, 5 Hal Tentang Depresi Ini Mitos!
Lalu Sugeng Teguh Santoso menimpali, "Iya, dibagi untuk banyak kegiatan."
List dalam laporan itu mengagumkan, sehingga Aiman mempertanyakan kebenaran dan kevalidan laporan dari keuangan "Konsorsium 303" tersebut.
"Dari mana Anda bisa mendapatkan ini dan Anda mengatakan ini? Apakah data valid?" tanya Aiman.
"data valid atau tidak, kebenaran itu kan harus didalami oleh polri. Bagaimana cara mendalami oleh Polri? Ada waktu yang disebut, ada satuan kerja ataupun pribadi," kata Sugeng Teguh Santoso.
"Ke Amerika ya, bulan apa itu? Atau, kesatuan apa disebut ya kalau mereka (polisi) serius, mereka pasti punya catatan adanya tim yang ke luar negeri," tegasnya.
USUT TUNTAS
Sebelumnya, Kapolri jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah menegaskan, pihaknya telah memerintahkan jajarannya untuk mengusut soal grafik Konsorsium 303.
Grafik tersebut sempat viral, beredar luas di media sosial setelah kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, pihaknya akan bekerja sesuai fakta berdasarkan scientifiv crime investigation untuk menungkap Konsorsium 303.
"Saya sudah minta usut sampai ke atas. Begitu didapatkan nama, red notice atau cekal. Kemudian, dari situ kita ungkap apakah ada anggota yang terlibat atau tidak," tegas Jenderal Listyo dalam program Satu MEja Kompas TV, Rabu (7/9/2022).
Memang dalam grafik Konsorsium 303 itu terdapat sejumlah nama petinggi Polri, termasuk mantan kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo yang menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J.
BACA JUGA: Senjata Nuklir Dipastikan Akan Dipakai Rusia Bila Strategi Vladimir Putin Pada Ukraina Ini
Bahkan, Ferdy Sambo disebut sebagai kaisar dalam konsorsium itu.
Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga disebut melakukan back-up tehadap sejumlah bisnis ilegal.
Selain bisnis judi 303, juga solar subsidi, prostitusi, sparepart palsu, minuman keras, tambang ilegal, penyelundupan elektronik, bahkan hingga solar palsu.