Baca Juga: Saat Presiden Jokowi Jongkok, Seorang Lelaki Bawa Batu - Fakta atau Hoaks?
Buku itu dia beri judul Die Gesantschaft der Ost-Indischen Geselschaft in den Vereinigten Niederlaendern an Tartarischen Cham, terbit pada 1669.
Neuhof berkisah ketika prajurit Mataram menyerang pertama kali ke Redoute Hollandia—sebuah bastion dengan bangunan pertahanan kecil yang berbentuk menara—di Batavia pada 1628.
Petrus Johannes Blok dan Philip Christiaan Molhuysen meriwayatkan sosok Madelijn dan takdir kubu Hollandia dalam Nieuw Nederlandsch Biografisch Woordenboek, yang terbit pada 1911 mengisahkan seorang pemuda yang menggunakan tahi untuk menyerang prajurit Mataram.
Madelijn, pemuda asal Jerman yang juga merupakan prajurit Batavia mempunyai ide menyerang pasukan Mataram dengan peluru tahi yang akhirnya berhasil memukul mundur lawan.
Baca Juga: Bukan Hanya Bharada E, Ini Sosok 6 Ajudan Irjen Ferdy Sambo yang Terseret Kasus Kematian Brigadir J!
Bahkan gegara hal tersebut, prajurit Mataram menjuluki benteng Batavia (Redoute Hollandia) itu sebagai Kota Tahi.
Dalam salah satu Babad Tanah Jawi, seorang sejarawan Belanda, W.L. Olthof juga menerjemakan terkait asal usul julukan kota Tahi.
“Orang Belanda bubuk mesiunya semakin menipis. Kotoran orang atau tinja dibuat obat mimis. Orang Jawa banyak yang muntah-muntah, sebab kena tinja...”
“Adapun Pangeran Mandurareja masih tetap mempertahankan perangnya, tetapi tetap tidak dapat mendekati benteng, karena tidak tahan bau tinja. Pakaian mereka berlumuran tinja. Para adipati pesisir bala-prajuritnya banyak yang tewas. Sedang yang hidup tidak tahan mencium bau tinja. Sepulang berperang lalu merendamkan diri di sungai.”
Thomas Stamford Raffles pun juga pernah menuliskan mengenai sejarah julukan kota Tahi tersebut.