Momen tersebut terjadi saat rombongan pengantar jenazah putranya sampai ke rumah keluarga di Jambi.
"Kalau Karo Paminal itu terlalu keras. Kemudian dia dianggap tidak berperilaku sopan kepada kami datang ke kami sebagai Karo Paminal di Jambi dan terkesan intimidasi keluarga almarhum dan memojokkan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu," katanya.
"Dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat apalagi beliau karopaminal harusnya membina mental Polri, tetapi ini justru mengintimidasi orang yang sedang berduka," tambahnya.
Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan mengatakan hal tersebut pada wartawan.
Menurutnya, hal tersebut melanggar keadilan serta hukum adat.
"Karo Paminal itu harus diganti, karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (melarang) membuka peti mayat," ujar Johnson.
Ia juga mengatakan bahwa tindaka Brigjen Hendra dinilai melanggar prinsip keadilan untuk keluarga Brigadir J dan melanggar hukum adat.
Baca Juga: Masih Misteri, Penyebab Kecelakaan Cibubur Bakal Dianalisa oleh Korlantas Polri
"Jadi selain melanggar asas keadilan juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakini oleh keluarga korban. Menurut saya itu harus dilakukan. Tapi yang jauh lebih penting adalah, kapolres itu yang melakukan memimpin proses penyidikan," tambahnya.
Bukan cuma itu, pengacara keluarga Brigadir Yosua juga menilai bahwa perilaku Brigjen Hendra tidak sopan kepada keluarga mendiang dengan melakukan intimidasi dan memojokan.
"Terkesan intimidasi keluarga almarhum dan memojokkan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat," jelasnya.