Sejumlah pasokan yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan tersebut antara lain lisensi, bahan mentah, perangkat lunak, suku cadang, hingga komponen senjata.
Oleh karena itu, serangan militer Myanmar kepada warga sipil tak berhenti sejak meletus pada Februari 2021 lalu.
Melansir dari Al Jazeera, militer Myanmar kini memasok senjata yang diproduksi sendiri oleh KaPaSa (Taiwan) dan dijalankan oleh Direktorat Industri Pertahanan (DDI).
Pasokan senjata kepada militer Myanmar itu mencakup senjata api, amunisi hingga ranjau darat.
Semua senjata perang itu digunakan militer Myanmar untuk meredam perlawanan milisi yang tidak menghendaki terjadinya kudeta.
“Perusahaan asing memungkinkan militer Myanmar salah satu pelanggar hak asasi manusia terburuk di dunia untuk memproduksi banyak senjata yang digunakannya untuk melakukan kekejaman sehari-hari terhadap rakyat Myanmar,” Yanghee Lee, mantan Pelapor Khusus PBB di situasi hak asasi manusia di Myanmar.
“Perusahaan asing dan negara asal mereka memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan produk mereka tidak memfasilitasi pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil di Myanmar”.
“Gagal melakukannya membuat mereka terlibat dalam kejahatan biadab militer Myanmar,” tambah Lee.
Dugaan pasokan senjata perang dari sejumlah perusahaan di luar negeri untuk menunjang kudeta militer Myanmar bermula dari sebuah temuan.
Awalnya ditemukan mesin presisi tinggi yang diproduksi oleh perusahaan yang berbasi di sejumlah negara termasuk AS.
Tak hanya melaporkan terkait pasokan senjata untuk militer Myanmar, laporan tersebut juga menyertakan tindakan keji yang dialami oleh warga sipil.
(*)