GRIDVIDEO.ID - Baru-baru ini publik dikejutkan dengan kabar terkait kondisi jasad Brigadir J usai dilakukan autopsi ulang.
Bahkan sorotan tertuju pada kabar terkait organ dalam Brigadir J terutama soal otak dari salah satu ajudan Kadiv Propam nonaktif, Irjen Ferdy Sambo tersebut.
Bagaimana tidak? belum lama ini beredar kabar terkait organ otak Brigadir J yang disebut-sebut berpindah ke perut sewaktu dilakukan autopsi kedua.
Apa yang terjadi pada jasad Brigadir J itupun langsung menuai banyak pertanyaan termasuk dari warganet.
Tak sedikit netizen yang menilai bahwa perpindahan organ otak dari Brigarid J ini terbilang sangat aneh.
Namun bagaimana bila dipandang dari sudut kedokteran forensik mengenai kabar demikian?
Seperti halnya cuitan dari salah satu pengguna akun media sosial Twitter baru-baru ini terkait pemberitaan tentang Brigadir J.
"Pagi² baca berita hasil autopsi ulang kasus brigadir J. Itu luka tembak aja udah ditempat fatal, satu tembakan dikepala udah bikin nyawa melayang, lah ini luka tembak ada di dada dan bagian tubuh lain. Belum lagi mindahin otak ke perut. Asli brutal banget sih ini. Psyco abis," tulis akun Twitter ini.
"Iya.. itu gimana sih. Ngeri banget," tulis akun Twitter ini.
Melansir dari Kompas.com, salah satu ahli Forensik dari Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (UNS), dr Novianto Adi Nugroho ikut buka suara soal kabar berpindahnya organ otak dari jasad Brigadir J.
Dalam keterangannya, dr Novianto mengatakan proses pemindahan otak jenazah dari kepala ke perut tidak ada aturan khusus.
"Aturan khusus tidak ada, yang jelas adalah jenazah dikembalikan ke keluarga dalam keadaan baik setelah otopsi atau bedah mayat," ujar Noviantodikutip dari Kompas.com, Rabu (3/8/2022).
Selain itu, terkait mengenai teknik autopsi berbeda-beda seperti halnya tindakan medis lainnya.
Novianto mengatakan, pada prosesi autopsi semua organ akan diambil, termasuk jantung, paru, ginjal, dan organ dalam lain.
Tindakan ini dilakukan untuk mengukur, memeriksa dan menimbang organ untuk mencari apakah ada kelainan.
Baca Juga: Bharada E Dijerat Pasal Pembunuhan Disengaja, Bukan Bela Diri
"Organ otak dimasukkan ke dalam perut, pertama supaya memudahkan dan mempercepat rekonstruksi jenazah supaya dikembalikan ke keluarga dalam keadaan bagus," ujar Novianto.
Alasan kedua, adalah karena organ otak bersifat lebih mudah membusuk dan mudah mencair.
Kondisi ini bisa menyebabkan otak yang busuk merembes dan keluar dari rongga kepala bekas potongan tulang tengkorak, jika otak dikembalikan lagi ke rongga tengkorak.
"Jika begitu, hal tersebut menimbulkan kurang etis di hadapan keluarga," lanjut dia.
Seperti diketahui, jenazah Brigadir J sudah pernah diotopsi sebelumnya.
Dalam proses otopsi pertama, organ otak bisa dikembalikan ke tengkorak atau dimasukkan ke dalam perut jika tulang tengkorak sudah rusak atau patah.
Sebagai informasi, proses pembusukan otak pada jenazah dinilai lebih cepat dibanding organ dalam tubuh lainnya.
Novianto menjelaskan, saat otak membusuk maka organ itu akan mencair dan menjadi seperti bubur.
"Hal ini yang dihindari ketika organ otak dikembalikan ke rongga tengkorak, karena rongga tengkorak udah bekas dipotong dan cairan otak pembusukan tersebut bisa keluar dari bekas potongan itu," ujar Novianto.
Mengutip dari Kompas.com, Selasa (2/8/2022), Ketua tim dokter forensik, Ade Firmansyah Sugiharto mengatakan, hasil otopsi kedua akan keluar dalam beberapa pekan setelah proses otopsi kedua berlangsung.
Baca Juga: Ditetapkan Sebagai Tersangkan, Ini Arti dari Nama Asli Bharada E
"Hasil otopsi baru keluar setelah 4-8 minggu," kata Firmansyah dalam konferensi pers di RSUD Sungai Bahar, Jambi, Rabu (27/7/2022).
Dalam keterangannya, ia membenarkan terkait soal penemuan banyak luka di jasad Brigadir J.
Tak hanya itu saja, hasil otopsi lama keluar karena ada bagian luka yang butuh pemeriksaan mikroskopis, untuk menentukan apakah luka terjadi setelah atau sebelum kematian.
Sementara itu, pemeriksaan mikroskopis disebutnya bisa membantu mengetahui jenis kekerasan dan efek yang ditimbulkan akibat kekerasan.
"Kita temukan banyak luka. Namun belum bisa disampaikan luka itu terjadi setelah atau sebelum kematian. Bahkan penyebab luka juga belum bisa diketahui," kata Firmansyah.
Namun demikian, Firmansyah mengaku mendapatkan sejumlah kendala saat otopsi ulang karena jenazah sudah terkena formalin dan mengalami pembusukan.
Nantinya hasil otopsi akan diserahkan kepada penyidik untuk menunjang pengungkapan kasus.
"Walaupun ada kesulitan karena formalin dan pembusukan, kita tetap menemukan beberapa titik yang teridentifikasi sebagai luka," kata dia.
(*)