GRIDVIDEO - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) menganggap, pengakuan Putri Candrawathi sebagai korban pelecehan seksual tak lepas dari kontrks aniaya hukum atau obstruction of justice.
Wacana pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi oleh Brifadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi panas, setelah dilempar Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Bahkan, kuasa hukum keluarga Brigadir J menduga pihak-pihak tertentu, termasuk Komnas Ham, kemungkinan sudah ada kontrak untuk membicarakan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi, meski Dirtipidum Bareskrim Polri sudah menyatakan tak ada bukti pelecehan seksual dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Kini, LBH APIK menyoroti, dugaan kekerasan seksual terhadap istri mantan kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo itu harus didudukkan dalam kerangka dan konteks obstruction of justice.
BACA JUGA:Hal yang Buat Bripka RR Memutuskan Keluar dari Skenario Ferdy Sambo
Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK Indonesia, Nyrsyahbani Katjasungkana menilai, memgatakan hal itu dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Minggu (11/9/2022).
"Pengakuan PC (Putri Candrawathi) sebagai korban kekerasan sekusal, dengan diperkuat oleh kesaksuan dua orang yang kredibilitasnya secara hukum dapat dipertanyakan, sebaiknya tidak dilihat sebagai kasus yang berdiri sendiri," kata Nursyahbani.
"Tetapi, (ini) merupakan bagian dari kasus pembunuhan yang mana sudah ditemukan adanya onstruction of justice dalam kasus tersebut," lanjutnya.
Dua saksi yang dimaksud Nursyahbani adalah Kuat Ma'ruf dan Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR.
Keduanya bekerja untuk Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dan sudah dijadikan tersangka atas keterlibatan mereka dalam kasus pembunuhan Brigadir J.