GRIDVIDEO - Kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J melebar, kini pengacara menyerang secara hukum kepada pengacara.
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, dan mantan pengacara Bharada Richard Elizier alias Bharada E, Deolipa Yumara, dilaporkan para pengacara yang tergabung dalam Aliansi Advokat Anti Hoax (A3H) ke Bareskrim Polri.
A3H menuduh, Kamaruddin Simanjuntak dan Deolipa Yumara telah melakukan penggiringan opini terkait kasus kematian Brigadir J dan menimbulkan kegaduhan masyarakat.
Menanggapi hal itu, Kamaruddin Simanjuntak menganggap pelapor hanya ingin terkenal, sehingga membuat laporan itu.
BACA JUGA: Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Diperkosa di Magelang
"Bilang aja sama dia (pelapor), mungkin dia pengen terkenal. Ya, gapapa orang terkenal," ujar Kamaruddin kepada Tribunnews.com, Sabtu (3/9/2022).
Salah satu yang dipersoalkan A3H dari pernyataan Kamaruddin adalah bahwa Brigadir J disiksa terlebih dulu sebelum ditembak Bharada E atas perintah mantan kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Kamaruddin Simanjuntak mempertanyakan kenapa pernyataannya yang menyebut kliennya tewas disiksa terlebih dulu manjadi dasar laporan.
Saat proses autopsi ulang, kata Kamaruddin, dua dokter sebagai perwakilan keluarga memang mencatat ada luka-luka selain luka tembak di tubuh Brigadir J.
"Semua orang kan bisa melihat lukanya, emang mata orang buta apa? Kan semua orang bisa lihat termasuk dokter yang kita kirim ke dalam itu bisa melihat, kan gitu ditulis juga dalam laporan dokter itu," kata Kamaruddin.
"Jadi, apakah mata dokter yang kita utus ke dalam itu juga tidak melihat itu? Itu kan di dalam laporan hasil autopsi kan tercatat," lanjutnya.
Kamaruddin juga mempertanyakan kenapa dirinya dituduh menggiring opini.
"Kalau penggiringan opini itu dari yang tidak benar menjadi seolah-olah benar, kan gitu. Ini kan faktanya kan jari-jarinya emang luka-luka, patah, nah bahwa ada ahli forensik yang berpendapat itu disebabkan peluru kan itu pendapat dia," kata Kamaruddin.
Oleh sebab itu, Kamaruddin meminta pelapor untuk membuktikan laporannya.
Jika tidak bisa membuktikannya, maka dirinya akan melaporkan balik.
Sedangkan, mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara, juga dilaporkan ke Bareskrim atas tuduhan yang sama.
Laporan itu terdaftar dengan nomor STTL/315/VIII/2022/Bareskrim Polri tertanggal 31 Agustus 2022 dengan pelapor Aliansi Advokat Anti Hoax (A3H).
BERITA HOAX
Ketua Umum Aliansi Advokat Anti Hoax (A3H), Zakirun Chaniago mengatakan, dasar pelaporan dibuat karena kedua terlapor sering membuat berita hoax dalam kasis kematian Brigadir J.
"Kita kemarin lapor dalam kapasitas selaku Aliansi Advokat Antihoax yang peduli dengan kondisi masyarakat hukum, supaya tertib hukum," kata Zakirun Chaniago.
"Untuk Kamaruddin, kan bicara antara lain di beberapa medua online dia mengatakan ada sayatan, ada jari-jari hancur, katanya telah ditembak, ada jeratan leher. Semacam itu kan sebenarnya tidak sesuai dengan hasil autopsi yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang dari gorum laboratorium forensik. Itu sudah dibantah langsung," kata Zakirun Chaniago.
BACA JUGA: Sosok Captain, Orang yang Disebut Bersedia Eksekusi Brigadir J, Ferdy Sambo: Kamu Mau Menembak?
"Itu kan penggiringan opini semcan ini untuk membangun suatu kebencian kepada pihak keluarga ini. Itu sudah menyerang kepada kepentingan pribadi, personal," lanjutnya.
Zakirun juga mempersoalkan pernyataan Deolipa Yumara yang menyebut LGBT, perselingkuhan antara istri Ferdy Sambo, Putri candrawathi dan asisten rumah tangganya, Kuat Ma'ruf.
Deolipa juga menyebut bahwa Ferdy Sambo seorang psikopat.
"Hal-hal yang tidak substansial dari permasalahan yang sebenarnya, apabila dikembangkan dan dibiarkan, seolah-olah itu benar. Padahal, itu tidak ada dasar sama sekali yang mereka sampaikan. Kita melihat masyarakat ini jadi gaduh, tersedot energi mereka," kata Zakirun.
Dalam laporan itu, Zakirum menjerat kedua terlapor dengan Pasal 14, Pasal 15 KUHP Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang tindak pidana penyebaran berita bohong yang mengakibatkan keonaran di kalangan masyarakat.
Pelanggaran ini diancam hukuman 10 tahun penjara.