GRIDVIDEO - Indonesia Police Watch (IPW) menduga Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melindung Kombes Anton Setiawan yang terindikasi menerima uang suap dalam kasus Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, di persidangan terungkap, Anton Setiawan menerima setoran Rp 500 juta per bulan dari mantan Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU) AKBP Dalizon.
Namun, Anton yang sebelumnya menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ridkrimsus) Polda Sumatera Selatan itu, justru dipindah ke Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
"Kabareskrim Agus Andrianto harus transparan dan membuka kepada publik kasus Kombes Anton Setiawan yang terlibat dalam penerimaan aliran dana terdakwa AKBP Dalizon dalam kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Muba tahun 2019," tuntut Sugeng Teguh Santoso, Minggu (11/9/2022), seperti dikutip Kompas.com.
Dalam persidangan, eks Kapolres Oku Timur, AKBP Dalizon mengaku menyetor uang Rp 500 juta per bulan kepada Kombes Anton Setiawan.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir kepada AKBP Dalizon mencapai 1Rp 10 juta.
Uang tersebut sebagai penutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Muba.
Dari uang sebesar itu, sebanyak Rp 4,750 miliar diduga mengalir kepada Kombes Anton Setiawan.
Saat itu Anton Setiawan masih menjabad Dirkrimsus Polda Sumsel.
Diduga, AKBP Dalizon memberikan uang itu kepada Anton Setiawan secara bertahap.
Sebagaimana keterangan AKBP Dalizon dalam sidang, setiap bulan ia menyetor Rp 500 juta kepada Kombes Anton Setiawan.
"Dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur PUPR Kabupaten Muba Tahun 2019, Kombes ANton Setiawan tidak pernah hadir. Pasalnya, JPU tidak pernah memaksa Kombes Anton Setiawan untuk menjadi saksu di persidangan," jelas Sugeng Teguh Santoso.
PERSEKONGKOLAN JAHAT
Maka, IPW menilai bahwa AKBP Dalizon cuma dijadikan korban oleh institusi Polri.
Maka, Sugeng Teguh Santoso meyakini ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBPP Dalizon, tapi juga ada oknum lain.
"Hal ini sangat jelas terlihat kerena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton muncul dalam pemeriksaan. Namun, keterlbatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka," gugat Sugeng Teguh Santoso.
Menurut Sugeng, secara materiil dalam dakwaan JPU terungkap secara terang benderang ada aliran dana gratifikasi ke Kombes Anton Setiawan.
Benang merah itu, lanjutnya, terlihat dengan sangat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon.
"Apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri? Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Dittipidter Bareskrim Polri," kata Sugeng.
Dia menunjukkan ada kejanggalan lain dalam kasus AKBP Dalizon, salah satunya Bareskrim tidak mengenakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sebagai konsekuensi, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon.
Padahal, lanjut Sugeng, jika masyarakat biasa yang melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim biasanya langsung menyematkan pasal TPPU.
Bareskrim akan mengorek semua aliran keuangan, termasuk memblokir rekening bank terduga pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya.
"Kenapa UU TPPU itu tidak diterapkan kepada anggota Polri? gugat Ketua IPW tersebut.
Sugeng menandaskan, pimpinan Polri seharusnya tidak lagi melindungi anggota Polri yang melakukan penyimpangan.
Dalam persidangan, AKBP dalizon memang mengungkap fakta baru.
Ia mengatakan setiap bulan harus menyetor sejumlah uang kepada atasannya, mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel, Kombes Anton Setiawan.
"Dua bulan pertama saya wajib setor Rp 300 juta ke Pak Dir (Anton). Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp 500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5," kata Dalzon di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Sumse, Rabu (7/9/2022), seperti dikutip Tribun Sumsel.
Pernyataan Dalizon di persidangan itu langsung mendapat reaksi majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu.
Mangapul bertanya dari mana uang dengan nominal yang sangat besar itu.
"Saya lupa (uangnya dari mana) Yang Mulia, tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan. Bayarnya juga sering macet, buktnya itu dapat WA (ditagih)," jawab Dalizon.
Tentang aliran dana sebesar Rp 10 milar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Muba, Dalison tidak memabtahnya.
Menurutnya, uang itu diberikan melalui salah seorang Kabd Dinas PUPR Muba, Bram Rial, yang juga mengaku sebagai sepupu Bupati.
"Sebanyak Rp 2,5 miliar dari hasil kejahatan ini untuk saya. Terus, Rp 4,25 miliar untuk Dir (Anton Setiawan), sisanya saya berikan kepada tiga Kanit. Terus, ada Rp 500 juta fee untuk Hadi Candra," terang Dalizon.