GRIDVIDEO - Perbandingan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan penembakan di Lapas Cebongan oleh pasukan Kopassus, sedikit ada kemiripan.
Jika Polri dan Jaksa tidak cermat, Ferdy Sambo bisa bebas dari jeratan pasal pembunuhan berencana.
Hal itu diingatkan Mantan Hakim Agung, Prof. Gayus Lumbuun.
Ia memandingkan pemicu kasus pembunuhan Brigadir J dengan perkara penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Yoguakarta, pada 23 Maret 2013.
BACA JUGA: Tiga Kapolda Terlibat Kasus Pembunuhan Brigadir J, Apa Peran Mereka?
Menurutnya, hal penting dalam perbandingan dua kasus itu adalah, apakah aksi kekerasan hingga menghilangkan nyawa orang lain itu merupakan perbuatan yang terjaci secara spontan atau sudah direncanakan.
Gayus menandaskan, peristiwa penembakan di Lapas Cebongan yang menewaskan 4 orang dalam putusan akhir, Mahkamah Milieter menyimpulkan karena aksi spontanitas dan tidak direncanakan.
"Karena pasalnya tidak bisa berkaitan dengan perencanaan pembunuhan, dalam halini seorang prajurit yang memengaruhi jiwanya, dia bebas bersenjata," jelas Gayus Lumbuun dalam progam Aiman di Kompas TV, Rabu (7/9/2022).
Ia menjelaskan, penembakan di Lapas Cebongan terjadi karena terjadi karena jiwa korsa (esprit de corps) yang tinggi dari para pelaku.
Pelaku penembakan, Serda Ucok Tigor Simbolon, mengaku marah setelah mendengar rekannya, Serka Heru Santosa, meninggal dunia karena ditusuk pecahan botol dalam pertengkaran du Hugo's Cafe, beberapa hari sebelumnya.
"Emosi tinggi mereka baru selesai latihan dan dia memegang senjata. Maka, dia melakukan tindakan kekerasan yang bukan berencana," terang Gayus Lumbuun.
Gerakan mereka memang sistematis saat menerobos Lapas Cebongan, mematikan listrik, hingga mengambil rekaman CCTV.
Menurut Gayus Lumbuun, hal itu bukan termasuk dalam niat merencanakan pembunuhan.
"Itu teknis. Perencanaan harus niat. Niat yang berencana. Tapi, ini bukan keinginan, spontanitas karena tekanan sesuatu dalam hal ini esprit de corps kepada pasukannya. Maka timbullah satu tindakan, yaitu dengan membunuh sekali 4 orang dan mendatangi tempat yang dia tidak bebas, korbannya tidak bebas," ujar Gayus.
"Adapun hakim militer akan berpandangan bahwa ini memang bukan perencanaan," lanjutnya.
BACA JUGA: Polri Datangkan 14 Saksi Dalam Sidang Kode Etik Kombes Agus Nurpatria
Sementara dalam kasus pembunuhan Brigadir J, menurut Gayus Lumnbuun, penyidik Polri dan jaksa penuntut umum harus bisa membuktikan konstruksi perkara dengan sangkaan pembunuhan berencana.
Menurutnya, jika penyidik Polri dan jakasa penuntut umum tidak cerman, maka membuka peluang bagi Ferdy Sambo yang ditetapkan salah satu tersangka, lolos dari sangkaan pembunuhan berencana.
"Ini hampir mendekati hal-hal yang bisa kita khawatirkan bahwa tidak direncanakan karena pengaruh sesuatu. Oleh karena itu, pengaruh sesuatu ini perlu diteliti sebagai bentuk analisis perbuatan," kata Gayus mengingatkan.