Perang China Vs Amerika di Ujung Tanduk, Ini Perbandingan Kekuatan Militernya

Jumat, 05 Agustus 2022 | 15:52

GRIDVIDEO - Setelah Ketua DPR AS, Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan, perang antara China dan Amerika Serikat (AS) seolah sudah di ujung tanduk.

Ketegangan terus meningkat, karena China kecewa dan menilai AS melanggar kebijakan Satu China.

Bagi China, Taiwan adalah bagian mereka, hanya sebagai "provinsi yang memberontak".

Namun, kunjungan Nancy Pelosi seolah mendukung upaya Taiwan lepas dari China sebagai negara berdaulat sendiri.

Saat Nancy Pelosi di Taiwan, China langsung mengerahkan 21 jet tempur dekat Taiwan.

Kini, China mulai melakukan latihan militer yang dampaknya hanya sekitar 19 kilometer dari Taiwan.

Jelas, sebuah gertakan serius China dan isyarat bahwa negara itu benar-benar akan mengerahkan segala kekuatannya untuk mempertahankan Taiwan dan melawan siapa pun yang mendukung Tawian merdeka.

AS pun tampak meladeni gertakan itu. Saat Nancy Pelosi ke Taiwan, AS mengirim beberapa kapal perang ke daerah itu.

Kehadiran Pelosi saja sudah menjadi isyarat kuat betapa AS juga serius soal isu Taiwan, bahkan Pelosi berlanjut mengunjungi zona demiliterisasi antara Korea Selatan dan Korea Utara.

Wajar, jika perang antara China dan AS seolah sudah di ujung tanduk. Ketegangan sudah meningkat, yang tentu akan bisa berubah menjadi perang jika tak ada perundingan-perundingan produktif.

Lalu, bagaimana kekuatan militer mereka jika perang benar-benar terjadi?

Kapal China Melampaui AS

David Brown, dalam tulisannya di BBC.com menyebutkan, China sudah mengalahkan AS dalam jumlah kapal perang.

China kini memiliki 348 kapal perang, sedangkan Amerika hanya memiliki 296 kapal perang.

Presiden China, Xi Jinping, sangat serius membangun kekuatan militer negaranya, bahkan bertekad menjadikan China sebagai kekuatan kelas dunia dan paling unggul dalam persenjataan perang pada 2049.

Usaha itu sudah mulai dilakukan, Juni lalu, China merilis kapal perang di Shanghai dengan tipe 003, bernama Fujian.

Kapal induk ketiga China ini dibuat sepenuhnya oleh insinyur China.

Sistem peluncuran pesawat elektromagnetik Fujian meningkatkan kapasitas angkatan laut China sangat signifikan.

Meski jumlah unit kapalnya kalah, tapi Amerika memiliki lebih banyak kapal selam bertenaga nuklir, kapal penjelajah, dan kapal perusak.

Maka, China diperkirakan bakal menambah kekuatan angkatan lautnya secara signifikan.

Jumlah angkatan laut China diperkirakan akan meningkat 40 persen pada rentang waktu 2020 hingga 2040.

Anggaran Militer

Keseriusan China terlihat dengan upaya mereka mengeluarkan anggaran besar untuk membangun kekuatan militernya.

Dari sumber Sipri 2022 didapatkan, China mengeluarkan anggaran 270 miliar dolar AS untuk kekuatan militer.

Untuk urusan ini, China masih kalah jauh dibanding Amerika Serikat yang mengeluarkan dana 768 miliar dolar AS.

Problemnya, China tak konsisten dan tak transparan dalam melaporkan pengeluaran anggara untuk kekuatan militer.

Sangat mungkin, jumlah yang dikeluarkan China lebih besar daripada catatan Sipri 2022.

Hulu Ledak Nuklir

China diperkirakan memiliki setidaknya 1000 hulu ledak nuklir pada 2030.

Kementerian Pertahanan AS memperkirakan, China terus melipatgandakan cadangan nuklirnya di dekade ini.

Meski begitu, jumlah hulu ledak China masih di bawah AS, yakn 3.550 hulu ledak.

Pakar dari Royal united Services Institute di London, Veerle Nouwens mengatakan, senjata nuklir China merupakan isu paling penting."

"Ada ketidakpercayaan di kedua belah pihak dan dialog masih jauh dari titik temu yang diharapkan. Maka, ada risiko besar yang sulit diperkirakan," tambahnya.

Rudal Hipersonik

Dalam rudal hipersonik yang bergerak lima kali kecepatan suara itu, China memang masih tertinggal.

Namun, China berusaha terus mengejar ketertinggalan itu.

"China menyadari ketertinggalannya dan mencoba membuat terobosan besar untuk melewati kekuatan orang lain. Mengembangkan rudal hipersonik merupakan salah satu cara mereka mengejar ketertinggalan," jelas Dr Zeno Leoni dari King's College London.

Para ahli Barat percaya, dua roket yang diluncurkan pada musim panas lalu menunjukkan militer China sedang mengembangkan bidang ini (rudal hipersonik).

Ada dua tipe utama rudal hipersonik China, meski tak terlalu jelas apa sistemnya.

Pertama, rudal hipersonik yang berada di atmosfer bumi.

Kedua, sistem pengebolan orbital atau FOBS yang terbang di orbit rendah, sebelum bermanuver menuju target.

Ada kemungkinan China telah berhasil menggabungkan dua sistem itu.

"Rudal hipersonik akan membuat kapal induk bakal kesulitan untuk dipertahankan," jelas Dr Zeno Leoni.

Artificial Intelligence dan Serangan Siber

China juga sudah memodernisasi militernya dan mengembangkan metode berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Perusahaan teknologi swasta dan industri pertahanan negara telah digabungkan untuk memgembangkan sektor ini.

Bahkan, sebuah laporan menyebutkan, China mungkin sudah menggunakan militer robot dan sistem panduan rudal, termasuk kendaraan udara dan kapal perang tak berawak.

Bahkan, pada juli lalu, tiba-tiba Inggris, AS dan Uni Eropa menuduh China telah melakukan operasi siber berskala besar dengan target Microsoft Exchange.

Sehingga, diperkirakan sebanyak 30.000 organisasi di seluru dunia terpengaruh. Serangan ini bagian dari manuver spionase untuk mengumpulkan informasi dan databaase.

Bagaimana kemungkinan perang China lawan AS menyangkut isu Taiwan?

Menurut Dr Zeno leoni, China sejauh ini lebih mementingkan politik menang tanpa pertempuran.

Namun, ia juga menilai sikap ini bisa berubah.

"Menjadi kekuatan laut yang sepenuhnya modern bisa menjadi titip balip perubahan sikap," katanya.

meski terus meningkatkan kekuatan militernya, menurut Kolonel Senor Zhou, "China tidak berniat menjadi pengawas dunia, tidak seperti Amerika Serikat. Bahkan, jika China menjadi jauh lebih kuat suatu saat nanti, mereka akan mempertahankan kebijakan dasarnya."

China sudah tak pernah perang lagi sejak terlibat perang Vietnam tahun 1979, sehingga militernya dinilai belum teruji.

Tapi, jika China dan AS perang, maka akan menjadi kekacauan dunia dan memengaruhi perekonomian dan geopolitik.

Apalagi, Rusia bisa ikut campur di belakang China, sementara anggota NATO pasti akan bahu-membahu bersama AS.

Editor : Hery Prasetyo

Baca Lainnya