Follow Us

Kepercayaan Publik Meredup Gegara Kasus Tewasnya Brigadir J? Sosok Jenderal Polisi Hoegeng Dirindukan, Ini Kisah Teladannya!

Andreas Chris Febrianto Nugroho - Senin, 08 Agustus 2022 | 17:57

GRIDVIDEO – Berlarutnya kasus kematian Brigadir J membuat banyak pihak khawatir akan menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Namun di tengah pengusutan terkait kasus kematian Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, tak sedikit yang merindukan sosok Jenderal Polisi Hoegeng.

Siapakah sosok tersebut hingga namanya kini masih menjadi buah bibir?

Bahkan tak hanya itu saja, kelakar dari Presiden Keempat RI, Abdurachman Wahid atau Gus Dur masih 'terngiang' sampai sekarang tentang Jenderal Polisi Hoegeng.

Dalam sebuah wawancara, Gus Dur pernah mengatakan "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng."

Baca Juga: 'Cari Perkara Dia Maju', Punya Peran Penting di Tewasnya Brigadir J, Tabiat Bharada E Dibongkar Sosok Ini!

Hoegeng Iman Santoso atau yang dikenal sebagai Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso merupakan salah satu tokoh kepolisian Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke-5.

Sosok yang lahir pada 14 Oktober 1921 di Pekalongan tersebut bertugas sebagai anggota polisi dari tahun 1968 -1971 dan meninggal dunia pada 14 Juli 2004 di Jakarta.

Dalam perjalanan kariernya, Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santosa terkenal akan kejujuran dan keberaniannya.

Melansir dari Intisari Online, banyak pengalaman kehidupan yang bisa diteladani dari mantan Kapolri RI 1968-1971 ini.

Salah satunya, ketika di Yogyakarta, 21 September 1970. seorang penjual telur berusia 18 tahun bernama Sumarijem tengah menunggu bus di pinggir jalan.

Baca Juga: Selesai Jam 3 Dini Hari, Bharada E Tuangkan Kasus Brigadir J Dalam Tulisan

Tiba-tiba dia diseret ke dalam mobil oleh beberapa pria dan dibius serta dibawa ke rumah kecil di wilayah Klaten.

Mengerikannya di sana dia diperkosa bergiliran oleh para penculiknya kemudian ditinggal begitu saja dipinggir jalan.

Gadis malang ini kemudian melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu.

Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut.

Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.

Baca Juga: Tak Ada Penodongan Terhadap Istri Ferdy Sambo, Brigadir J Arahkan Pistol ke Siapa?

Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani.

Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu.

Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.

Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah.

Dalam putusan hakim dibeberkan pula nasib Sum selama ditahan. Dia dianiaya dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso.

Baca Juga: Kelegaan Bharada E, Pengakuan dan Surat untuk Keluarga Brigadir J

Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi yang membuat Hoegeng kala itu ikut memantau perkembangan kasus tersebut.

Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono.

Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum.

“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” tegas Hoegeng.

Jenderal pemberani ini lantas membentuk tim khusus bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning. Kasus ini terus membesar dan menjadi santapan media.

Baca Juga: Tangis Istri Ferdy Sambo dan Nyanyian Bharada E, Ditingkahi Penangkapan Sopir dan Ajudan

Sejumlah pejabat polisi dan sipil yang anaknya terkait dengan kasus ini coba membantah lewat media massa.

Tak disangka, kasus ini terus membesar dan dianggap mengganggu stabilitas nasional. Presiden Soeharto bahkan sampai turun tangan agar kasus ini berhenti.

Dia meminta agar kasus ini diserahkan ke Tim pemeriksa Pusat Kopkamtib. Wow!

Persidangan lanjutan pun digelar. Polisi mengumumkan tersangka pemerkosa Sum ada 10 orang dan semuanya bukan anak pejabat seperti yang dituding Sum.

Para terdakwa ini membantah keras dan menyatakan siap mati jika benar memperkosa.

Baca Juga: 'Atasan yang Dia Jaga', Bharada E Akhirnya Melawan Dan Bongkar Sosok yang Menyuruhnya Terkait Kematian Brigadir J!

Hoegeng seperti tersadar. Ada kekuatan besar yang membelokkan kasus ini.

Benar saja. Pada 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri.

Usai dipensiunkan di umur 49, seperti dikisahkan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono, Hoegeng kemudian mendatangi ibundanya untuk sungkem.

“Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu,” kata Hoegeng.

Sang ibunda menjawab tenang.

“Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam,” kata sang ibunda.

Kalimat sang ibunda menenangkan hati Hoegeng dan keluarganya.

Dan, hingga akhir hayatnya, Hoegeng tetap setia di jalan kejujuran yang dipilihnya. (*)

Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santosa.
kompas.com

Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santosa.

Baca Juga: Akhirnya Muncul, Istri Ferdy Sambo Bongkar Soal Keikhlasan Hingga Singgung Apa yang Dialami

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Baca Lainnya

Latest